PERTAYAAN DI KELAS : TANTANGAN ATAU BEBAN BAGI MAHASISWA
Apakah
pertanyaan di kelas hanya sekadar kesempatan belajar atau justru merupakan beban
yang tersembunyi? Dalam setiap kelas, ada banyak sekali momen-momen ketika
mahasiswa bertanya, baik kepada dosen maupun teman-temannya. Pertanyaan ini
tampaknya sederhana, tapi di baliknya, ada beberapa dinamika yang sering kali
menjadi pemicu konflik secara batin. Bagi beberapa orang, bertanya adalah tanda
kritis yang berani, sementara bagi yang lain, itu bisa terasa seperti ujian
yang tak kasat mata. Di sini mari kita bongkar lebih dalam, dari sisi mahasiswa
yang bertanya, mahasiswa yang ditanya, dan ketakutan sosial yang
menyelimutinya.
1.
Mahasiswa yang Bertanya : Perjuangan Melawan Ketakutan atau Upaya Mencari
Jawaban?
Mahasiswa
yang bertanya di kelas sering dianggap sebagai sosok yang percaya diri dan
gigih mengejar pemahaman. Namun, sesungguhnya, tidak semua pertanyaan
dilontarkan dengan rasa nyaman. Ada kegelisahan yang muncul saat seseorang
ingin bertanya. Pertanyaan mendasar yang sering muncul di benak mahasiswa:
"Apakah ini pertanyaan bodoh? Apakah aku satu-satunya yang tidak
mengerti?"
Ketakutan
ini adalah tantangan yang dihadapi banyak mahasiswa. Pertanyaan di kelas bukan
hanya soal mencari jawaban, tetapi juga melawan kecemasan dan risiko terlihat
"kurang mampu" di mata teman. Bayangkan, jika mahasiswa yang bertanya
ini sebenarnya sedang berjuang untuk menciptakan keberanian, membuktikan bahwa
pemahaman jauh lebih penting dari pada sekadar terlihat pintar. Setiap
pertanyaan yang mereka ajukan adalah langkah kecil yang membantu memecah tabu
dan ketidaktahuan di kelas. Bertanya adalah bukti bahwa mereka lebih peduli
pada kebenaran dan pemahaman dari pada sekadar terlihat tahu.
2.
Mahasiswa yang Ditanya: Antara Beban dan Potensi Berbagi Pengetahuan
Bagi
mahasiswa yang ditanya, hal ini sering kali terasa seperti beban tersembunyi.
Ditanya oleh teman bisa terasa membanggakan, tetapi bagi banyak orang, ini juga
menjadi momen penuh kecemasan: "Bagaimana jika jawabanku salah?" atau
"Bagaimana jika teman-teman lain berpikir aku sok pintar?"
Di
sinilah kita sering kali terjebak dalam standar sosial yang penuh tekanan.
Seharusnya, setiap-setiap pertanyaan adalah peluang. Alih-alih merasa tertekan,
mahasiswa yang ditanya bisa memanfaatkan momen ini untuk menguji dan memperkuat
pemahamannya. Menjelaskan sesuatu kepada teman justru membantu pemahaman yang
lebih dalam. Kita tahu bahwa mengajarkan sesuatu kepada orang lain membuat kita
memahami lebih dalam. Jadi, mengapa tidak memanfaatkan pertanyaan ini sebagai
peluang untuk menambah wawasan bersama?
3.
Kekhawatiran akan Penilaian Sosial: Ketakutan yang Membatasi
Kelas
sering kali menjadi tempat penuh tekanan sosial yang tidak terlihat. Banyak
mahasiswa takut bertanya atau menjawab karena cemas dengan penilaian sosial.
Seberapa sering kita mendengar, "Aku ingin bertanya, tapi takut dianggap
bodoh," atau "Aku tahu jawabannya, tapi tidak mau terlihat
sombong"? Ketakutan ini adalah jerat sosial yang menghambat banyak orang
untuk maju.
Untuk
mahasiswa yang terjebak dalam ketakutan ini, penting untuk menyadari bahwa
belajar bukanlah tentang menunjukkan siapa yang paling pintar, melainkan
mencari pemahaman bersama. Seberapa banyak potensi yang hilang setiap kali kita
diam karena takut? Ingatlah bahwa kelas adalah tempat berkembang, bukan
panggung pertunjukan. Dengan mengesampingkan penilaian orang lain, setiap
mahasiswa sebenarnya sedang membebaskan diri dari batasan-batasan yang tidak
perlu.
4.
Menjadikan Pertanyaan Sebagai Kekuatan Bersama
Bayangkan
kelas yang penuh dengan mahasiswa yang mendukung satu sama lain, di mana
pertanyaan bukanlah tanda kelemahan atau kelebihan, tetapi justru kesempatan
untuk bersama-sama memahami sesuatu lebih dalam. Lingkungan belajar yang saling
mendukung dapat tercipta ketika setiap mahasiswa melihat pertanyaan sebagai
bagian dari perjalanan bersama.
Pertanyaan
yang diajukan adalah benang yang menghubungkan semua pikiran di dalam kelas,
membentuk pola pemahaman yang lebih kaya. Ketika mahasiswa bertanya tanpa rasa
takut, mereka bukan hanya belajar untuk diri sendiri, tetapi juga mengundang
orang lain untuk ikut serta dalam eksplorasi pengetahuan. Ini juga adalah
kesempatan untuk tumbuh bersama, menjadi komunitas yang benar-benar kritis dan
peduli.
Kesimpulan:
Tantangan atau Beban, Pilihan Ada di Tangan Mahasiswa
Pada
akhirnya, setiap mahasiswa memiliki kekuatan untuk memilihnya : membiarkan
ketakutan sosial menghambat mereka, atau justru menjadikan pertanyaan sebagai
alat untuk belajar, berbagi, dan bertumbuh. Jangan biarkan standar-standar
sosial yang kaku membatasi kita. Pertanyaan di kelas adalah kesempatan luar
biasa untuk meruntuhkan dinding ketidakpastian dan menciptakan ruang belajar
yang lebih inklusif, penuh dukungan, dan saling menguatkan.
Maka,
untuk setiap mahasiswa yang ingin bertanya, ingatlah: Anda bukan satu-satunya
yang mencari pemahaman. Setiap kali Anda bertanya atau ditanya, Anda tidak
hanya menemukan jawaban. Anda juga sedang berkontribusi pada sesuatu yang lebih
besar. Membawa teman-teman Anda ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Kelas
adalah ruang belajar bersama, dan pertanyaan adalah jembatan yang menyatukan
kita semua. Jadi, suatu pertanyaan bukan beban, ia adalah kunci untuk membuka
pintu pengetahuan.
Komentar
Posting Komentar